Orang utan yang tertembak peluru sebanyak 70 buah, Sepat, saat ini menjalani perawatan intensif di Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng, Palangka Raya sebelum operasi.
Sepat sebelumnya ditemukan di lokasi milik perusahaan perkebunan sawit PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL), di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Staf Komunikasi Yayan Borneo Orangutan Survival (BOS) Nico Hermanu menjelaskan tim medis Nyaru Menteng belum berani untuk mengambil peluru yang bersemayam di kepala, tangan, badan, dan kaki Sepat.
"Kondisinya lemah setelah tertembak dan malnutrisi jadi kami belum berani mengoperasi sampai hari ini. Kami tunggu badannya harus fit dulu. Kalau kondisi lemah dan dibius, bisa langsung lewat (mati)," kata Nico ketika dihubungi Beritagar.id pada Kamis (10/10/2019).
Saat ditemukan pada 22 September 2019 lalu, berat badan Sepat tak mencapai 45 kilogram atau di bawah berat badan ideal orangutan berusia 25 tahun. Setelah hampir sepekan, berat badan Sepat naik sekitar 5 kilogram.
"Sepat diberi makan dan diawasi tim medis. Sampai sekarang belum ada tindakan darurat yang dilakukan seperti CPR (Cardiopulmonary Resuscitation). Juga tidak pingsan mendadak tidak ada, tapi lemas," katanya.
Sepat diberi asupan makanan buah-buahan seperti mangga, pisang, pepaya, dan jeruk. Apabila diperlukan, ia akan diberi vitamin, laiknya vitamin untuk manusia.
Untuk mengetahui kesiapan kondisi Sepat, tim medis tak hanya menimbang berat badannya--yang tak bisa dilakukan terus-menerus karena harus dibius--tetapi juga melihat gerak-gerik Sepat.
"Kalau sudah rajin bergerak, sudah menunjukkan sifat liar, menunjukkan ketidaksukaan dengan manusia atau kiss-squeek, itu sudah mulai sehat," katanya.
Hingga kini tim medis belum bisa memastikan tanggal operasi Sepat.
Tak hanya Sepat, kondisi serupa juga pernah dialami oleh dua orang utan di Aceh pada Maret 2019 lalu. Tempo.co melaporkan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyelamatkan sang ibu orang utan yang terkena peluru sebanyak 73 buah dan seorang anaknya. Sang ibu berhasil diselamatkan, namun sang anak tewas.
Nasib nahas juga dialami Junai, orang utan jantan, di Ketapang, Kalimantan Barat, yang ditemukan sedang terpojok di sebuah pohon dan tak bisa bergerak karena kebakaran hutan. Junai diketahui buta sebelah.
Hilangnya habitat orang utan
Larinya orang utan ke daerah pemukiman dan perkebunan karena semakin berkurangnya luas lahan habitat asal mereka. Habitat yang sedianya merupakan kawasan hutan dan lahan, justru dibakar oleh manusia untuk pembukaan lahan baru, seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah.
"Kami mengimbau supaya pengawasan terhadap kebakaran hutan dan lahan, ini banyak disebabkan manusia sendiri, pembakaran, harus bisa diawasi agar bisa dikendalikan," kata Nico.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mecatat luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak Januari 2019 hingga Juli 2019 di Kalimantan Tengah seluas 27 hektare, sementara di Kalimantan Barat yakni 2.273,97 ha, dan Kalimantan Selatan 52,53 ha.
Lantaran kehilangan habitat, orang utan kerap menjamah area lain yang berujung pada konflik antara orangutan dan manusia. Orang utan pun kerap menjadi korban penembakan akibat konflik.
Nico berharap pemerintah mengawasi penggunaan senjata api oleh masyarakat setempat, terutama untuk berburu. "Kewaspadaan itu perlu diangkat kembali, supaya kalau ada konflik, masyarakat tidak menghukum ornagutan langsung, tapi melaporkan ke KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) supaya dievakuasi, atau yayasan penyelamatan orang utan," ucapnya.
"buah" - Google Berita
October 10, 2019 at 03:32PM
https://ift.tt/2M44QeL
Sepat, orang utan yang tertembak peluru 70 buah dirawat intensif - BeritagarID
"buah" - Google Berita
https://ift.tt/2ZJsuGa
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sepat, orang utan yang tertembak peluru 70 buah dirawat intensif - BeritagarID"
Post a Comment